Pertanian terpadu (integrated system farming)
adalah sebuah sistem pertanian yang terintegrasi dengan alam yang ada di
sekitarnya. Istilah ini muncul pada
zaman Soeharto yang pada saat itu sangat mementingkan masalah pertanian.
Program presiden Soeharto saat itu berpusat pada bagaimana meningkatkan
produktivitas pertanian dengan lahan yang terbatas. Pemerintah pada masa itu
diusulkan untuk mencari cara bagaimana mengkombinasikan pertanian dengan
perikanan dan perkebunan. Pada akhirnya muncul ide – ide pertanian terpadu
seperti mina padi, yang menggabungkan sawah dengan kolam ikan. Sawah semacam
ini bisa menjadi indikator untuk tercemarnya lingkungan karena apabila zat
kimia diberikan berlebih maka otomatis ikan yang ada di kolam akan mati.
Pada
prinsipnya, pertanian terpadu adalah menggabungkan berbagai teknik budidaya
pertanian, peternakan, dan perikanan agar bisa saling terhubung, saling memberi
manfaat, dan tidak saling merugikan. Sampah yang dihasilkan pertanian bisa
dimanfaatkan untuk peternakan. Begitu juga sebaliknya, sampah yang ada pada
peternakan bisa digunakan untuk pertanian. Contoh nyata dari sistem seperti
adalah sawah atau ladang yang tempatnya berdekatan dengan peternakan. Sampah –
sampah dari ladang, bisa diberikan pada hewan ternak sebagai pangan. Setelah
dimakan maka hewan akan mengeluarkan kotoran. Kotoran ini nantinya bisa
digunakan sebagai pupuk untuk tanaman tadi. Dengan begitu, tercipta hubungan
saling menguntungkan.
Pola
integrasi antara tanaman dan ternak sangat menunjang program penyediaan pupuk kandang di lahan
pertanian. Pola semacam ini biasa disebut juga peternakan tanpa limbah, karena
limbah peternakan digunakan untuk pertanian. Ciri utama dari integrasi ini
adalah adanya keterkaitan dan hubungan yang saling menguntungkan antara tanaman
dan ternak. Integrasi ini mampu memperbaiki kesuburan tanah, sehingga hasil
dari kedua sektor bisa lebih optimal. Pola integrasi ini bisa menjadi solusi
untuk pembangunan pertanian di wilayah pedesaan. Petani bisa memanfaatkan kotoran
ternak sebagai pupuk untuk tanamannya, kemudian memanfaatkan limbah pertanian
untuk digunakan sebagai pakan ternak (Ismail dan Djajanegara,2004)
Petani
mampu mengatasi permasalahan ketersediaan pangan dengan limbah tanaman seperti
jerami, limbah kacang – kacangan, dan lain sebagainya. Terlebih jika musim
kering, limbah yang dihasilkan bisa menyediakan pakan sebesar 33,3% dari total
rumput yang diberikan. Itu berarti limbah akan semakin banyak, yang artinya
pakan untuk ternak akan semakin melimpah (Kariyasa,2003). Disamping mampu
menghemat biaya untuk pembelian pupuk bagi tanaman yang dikelola, sistem ini
juga menghemat tenaga kerja yang digunakan untuk mencari rerumputan untuk
ternak. Dengan adanya kotoran ternak
yang berfungsi sebagai pupuk, biaya yang digunakan untuk pembelian pupuk bisa
digunakan untuk keperluan lain.
Tanaman yang diintegrasikan dengan ternak sapi
mampu memanfaatkan produk ikutan dan produk samping tanaman untuk pakan ternak
dan sebaiknya ternak sapi dapat memberikan bahan baku tanaman yang kaya akan
unsur hara. Jika program semacam ini bisa dilaksanakan maka petani dan peternak
akan untung sekaligus. Program ini sekaligus meningkatkan hasil panen, daging,
susu, sehingga pendapatan petani akan naik.
Untuk
dapat dimanfaatkan, hasil limbah pertanian diolah terlebih dahulu. Produk
diolah dengan pencacahan, fermentasi atau amonisasi sebelum diberikan kepada
ternak agar disukai ternak. Produk samping padi berupa jerami mempunyai potensi
yang besar untuk pakan ternak. Produksi jerami tanaman padi rata – rata mencapai
4 ton/ha dan setelah melewati proses fermentasi bisa menyediakan pakan untuk
sapi sebanyak 2 ekor pertahun. Jerami yang dibutuhkan juga berbeda tergantung
dari ukuran ternak yang ada.
Kotoran
sapi berupa feses, urine, dan sisa pakan diolah diolah menjadi pupuk organik
padat ataupun cair untuk diberikan pada tanaman, atau bisa juga untuk dijual
agar pendapatan bertambah. Seekor sapi misalnya, mampu menghasilkan kotoran
sebanyak 8 – 10 kg perhari, urine 7 – 8 liter perhari dan bila diproses menjadi
pupuk organik dapat menghasilkan 4 – 5 kilogram pupuk. Itu artinya, seekor sapi
dapat menghasilkan sekitar 7,3 – 11 ton pupuk organik pertahun. Pupuk itu dapat
menunjang kebutuhan pupuk organik untuk 1,8 – 2,7 hektar dengan dua kali tanam
dalam setahun. Kotoran sapi ini bisa digunakan untuk pupuk padi, sayuran,
tanaman buah, jagung, dan lain sebagainya. Jika kotoran ternak bisa
dimanfaatkan dengan baik maka kebutuhan banyak jenis tanaman akan terpenuhi.
Pola
integrasi tanaman – ternak memerlukan kerjasama antara petani, peternak dan
pemerintah. Kebijakan pemerintah untuk mendorong pengembangan sistem integrasi
tanaman-ternak dapat berupa strategi agresif dan diversifikatif. Pemerintah
juga perlu memberikan bantuan modal, penyuluhan, bibit, ternak, pelatihan dan
introduksi. Pengembangan integrasi ini bisa dilakukan dengan pendekatan
kelompok. Dengan cara ini pemerintah dapat mengintensifkan komunikasi antara
anggota kelompok dengan pemerintah agar program ketahanan pangan berkelanjutan
bisa terlaksana.
Isnandar Rahman
14/365116/PN/13683
Daftar pustaka
-Ismail dan Djajanegara. 2004. Kerangka Dasar Pengembangan SUT Tanaman
Ternak (Draft).
Proyek PAATP: Jakarta
Proyek PAATP: Jakarta
-Kariyasa. 2003. Hasil Laporan Pra Survei Kelembagaan Usaha Tanaman-Ternak Terpadu dalam
Sistem dan Usaha Agribisnis. Proyek PAATP, Departemen Pertanian, Jakarta
Sistem dan Usaha Agribisnis. Proyek PAATP, Departemen Pertanian, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar