Rabu, 16 September 2015

Integrasi Tanaman Dengan Ternak



  Pertanian terpadu (integrated system farming) adalah sebuah sistem pertanian yang terintegrasi dengan alam yang ada di sekitarnya.  Istilah ini muncul pada zaman Soeharto yang pada saat itu sangat mementingkan masalah pertanian. Program presiden Soeharto saat itu berpusat pada bagaimana meningkatkan produktivitas pertanian dengan lahan yang terbatas. Pemerintah pada masa itu diusulkan untuk mencari cara bagaimana mengkombinasikan pertanian dengan perikanan dan perkebunan. Pada akhirnya muncul ide – ide pertanian terpadu seperti mina padi, yang menggabungkan sawah dengan kolam ikan. Sawah semacam ini bisa menjadi indikator untuk tercemarnya lingkungan karena apabila zat kimia diberikan berlebih maka otomatis ikan yang ada di kolam akan mati.
                Pada prinsipnya, pertanian terpadu adalah menggabungkan berbagai teknik budidaya pertanian, peternakan, dan perikanan agar bisa saling terhubung, saling memberi manfaat, dan tidak saling merugikan. Sampah yang dihasilkan pertanian bisa dimanfaatkan untuk peternakan. Begitu juga sebaliknya, sampah yang ada pada peternakan bisa digunakan untuk pertanian. Contoh nyata dari sistem seperti adalah sawah atau ladang yang tempatnya berdekatan dengan peternakan. Sampah – sampah dari ladang, bisa diberikan pada hewan ternak sebagai pangan. Setelah dimakan maka hewan akan mengeluarkan kotoran. Kotoran ini nantinya bisa digunakan sebagai pupuk untuk tanaman tadi. Dengan begitu, tercipta hubungan saling menguntungkan.
                Pola integrasi antara tanaman dan ternak sangat menunjang  program penyediaan pupuk kandang di lahan pertanian. Pola semacam ini biasa disebut juga peternakan tanpa limbah, karena limbah peternakan digunakan untuk pertanian. Ciri utama dari integrasi ini adalah adanya keterkaitan dan hubungan yang saling menguntungkan antara tanaman dan ternak. Integrasi ini mampu memperbaiki kesuburan tanah, sehingga hasil dari kedua sektor bisa lebih optimal. Pola integrasi ini bisa menjadi solusi untuk pembangunan pertanian di wilayah pedesaan. Petani bisa memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk untuk tanamannya, kemudian memanfaatkan limbah pertanian untuk digunakan sebagai pakan ternak (Ismail dan Djajanegara,2004)
                Petani mampu mengatasi permasalahan ketersediaan pangan dengan limbah tanaman seperti jerami, limbah kacang – kacangan, dan lain sebagainya. Terlebih jika musim kering, limbah yang dihasilkan bisa menyediakan pakan sebesar 33,3% dari total rumput yang diberikan. Itu berarti limbah akan semakin banyak, yang artinya pakan untuk ternak akan semakin melimpah (Kariyasa,2003). Disamping mampu menghemat biaya untuk pembelian pupuk bagi tanaman yang dikelola, sistem ini juga menghemat tenaga kerja yang digunakan untuk mencari rerumputan untuk ternak. Dengan  adanya kotoran ternak yang berfungsi sebagai pupuk, biaya yang digunakan untuk pembelian pupuk bisa digunakan untuk keperluan lain.
                 Tanaman yang diintegrasikan dengan ternak sapi mampu memanfaatkan produk ikutan dan produk samping tanaman untuk pakan ternak dan sebaiknya ternak sapi dapat memberikan bahan baku tanaman yang kaya akan unsur hara. Jika program semacam ini bisa dilaksanakan maka petani dan peternak akan untung sekaligus. Program ini sekaligus meningkatkan hasil panen, daging, susu, sehingga pendapatan petani akan naik.
                Untuk dapat dimanfaatkan, hasil limbah pertanian diolah terlebih dahulu. Produk diolah dengan pencacahan, fermentasi atau amonisasi sebelum diberikan kepada ternak agar disukai ternak. Produk samping padi berupa jerami mempunyai potensi yang besar untuk pakan ternak. Produksi jerami tanaman padi rata – rata mencapai 4 ton/ha dan setelah melewati proses fermentasi bisa menyediakan pakan untuk sapi sebanyak 2 ekor pertahun. Jerami yang dibutuhkan juga berbeda tergantung dari ukuran ternak yang ada.
                Kotoran sapi berupa feses, urine, dan sisa pakan diolah diolah menjadi pupuk organik padat ataupun cair untuk diberikan pada tanaman, atau bisa juga untuk dijual agar pendapatan bertambah. Seekor sapi misalnya, mampu menghasilkan kotoran sebanyak 8 – 10 kg perhari, urine 7 – 8 liter perhari dan bila diproses menjadi pupuk organik dapat menghasilkan 4 – 5 kilogram pupuk. Itu artinya, seekor sapi dapat menghasilkan sekitar 7,3 – 11 ton pupuk organik pertahun. Pupuk itu dapat menunjang kebutuhan pupuk organik untuk 1,8 – 2,7 hektar dengan dua kali tanam dalam setahun. Kotoran sapi ini bisa digunakan untuk pupuk padi, sayuran, tanaman buah, jagung, dan lain sebagainya. Jika kotoran ternak bisa dimanfaatkan dengan baik maka kebutuhan banyak jenis tanaman akan terpenuhi.
                Pola integrasi tanaman – ternak memerlukan kerjasama antara petani, peternak dan pemerintah. Kebijakan pemerintah untuk mendorong pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak dapat berupa strategi agresif dan diversifikatif. Pemerintah juga perlu memberikan bantuan modal, penyuluhan, bibit, ternak, pelatihan dan introduksi. Pengembangan integrasi ini bisa dilakukan dengan pendekatan kelompok. Dengan cara ini pemerintah dapat mengintensifkan komunikasi antara anggota kelompok dengan pemerintah agar program ketahanan pangan berkelanjutan bisa terlaksana.
               
Isnandar Rahman
14/365116/PN/13683

Daftar pustaka
-Ismail dan Djajanegara. 2004. Kerangka Dasar Pengembangan SUT Tanaman Ternak (Draft).  
  Proyek      PAATP: Jakarta 
-Kariyasa. 2003. Hasil Laporan Pra Survei Kelembagaan Usaha Tanaman-Ternak Terpadu dalam  
  Sistem dan Usaha Agribisnis. Proyek PAATP, Departemen Pertanian, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar