Integrated
Farming System dapat didefinisikan sebagai
penggabungan semua komponen pertanian dalam suatu sistem usaha pertanian yang
terpadu. Sistem usaha pertanian terpadu merupakan system ekonomi yang berbasis
teknologi ramah lingkungan dan optimalisasi semua sumber energi yang
dihasilkan. Tujuan penerapan sistem tersebut yaitu untuk menekan
seminimal mungkin input dari luar (input/masukan rendah) sehingga dampak negatif
sebagaimana disebutkan di atas, semaksimal mungkin dapat dihindari dan
berkelanjutan (Nurcholis dan Supangkat, 2011). Model sistem pertanian terpadu
pada kawasan konservasi dapat digambarkan pada gambar berikut ini:
Gambar
1. Konsep SPT pada kawasan konservasi
Konsep pengembangan lahan marjinal pada lahan dengan tutupan
yang rendah dapat digunakan tanaman yang
berfungsi sebagai tutupan lahan dan dapat bernilai ekonomi tanpa menebang
pohon, atau tanaman hutan dengan hasil bukan kayu. Konsep ini memanfaatkan
tanaman untuk makanan ternak, pengolahan biogas dari kotoran ternak,
pemanfaatan kotoran ternak untuk pupuk tanaman, dan pemanfaatan tanaman tinggi
untuk konservasi air (missal tanaman Enau). Konsep pengembangan lahan dengan
spesifikasi rawan erosi dilakukan dengan menggunakan tutupan lahan yang
ditanami beberapa tanaman. Konsep yang memadukan untuk pengembangan pertanian
lainnya secara terpadu yaitu dengan memanfaatkan tanaman untuk pakan ternak,
pemanfaatan kotoran ternak untuk pupuk organik, dan pemanfaatan tanaman tahunan
untuk konservasi tanah air.
Pada pengembangan kawasan hutan yang mempunyai potensi erosi
dapat dilakukan dengan pengembangan wanatani. Dalam sistem wanatani ini dapat
dilakukan pemanfaatan lahan hutan untuk lumbung pangan berupa tanaman
umbi-umbian. Petani dapat mengambil rumput atau hijauan dari tumbuhan lain
untuk pakan ternak. Untuk menghadapi musim kemarau, dilakukan pemprosesan rumput
dengan fermentasi sehingga pakan dapat tersedia sepanjang waktu. Kotoran ternak
dapat diproses menjadi biogas dan pupuk organik. Lahan dengan kendala erosi
perlu dihindari budidaya tanaman dengan hasil panen berupa umbi-umbian. Misalnya
saja ketela pohon yang dibudidayakan di lahan potensi erosi dapat meningkatkan
laju erosi karena pemanenan dilakukan dengan mengusik tanah sampai kedalaman
lebih dari 30 cm. Pengusikan tanah ini dapat merusak struktur tanah yang sudah
mantap. Selain itu, tanaman ketela mampu berproduksi di tanah yang miskin hara
dan sifatnya rakus unsur hara sehingga dapat mempercepat pemiskinan tanah jika
tidak disertai dengan pemberian bahan penyubur tanah, seperti penambahan pupuk
organik.
Untuk lahan yang rawan kekeringan dan atau banjir dapat dilakukan
dengan konsep upland dan lowland. Prinsip penanganan kekeringan
dan atau banjir pada prinsipnya dengan pengaturan air hujan sehingga tidak
cepat turun ke lahan bawahan sebagai runoff.
Usaha konservasi tanah dan air di kawasan atasan merupakan kunci dalam
mengatasi kedua permasalahan, yaitu kekeringan dan atau banjir. Di samping itu,
dengan pembuatan bangunan pada lahan mempunyai tingkat kemiringan tinggi dapat
berfungsi dalam proses peresapan air di lahan atasan (upland). Hal ini dilakukan dengan meningkatkan resapan air di
kawasan tangkapan air, sehingga air hujan tidak langsung turun ke lahan
bawahan. Penanganan lahan marjinal dengan sistem Surjan artinya tanaman yang
dusahakan dalam satu petak ada beberapa atau lebih dari dua macam. Untuk daerah
atasan yang lahannya cenderung kering dan kurang air salah satunya dengan
menanam tanaman hortikultura dan palawija yang dikombinasikan dengan padi,
sedangkan untuk irigasi pengairannya mengandalkan dari sumur kapiler. Daerah
bawah yang mengalami kekeringan masih mendapatkan air irigasi secara bergiliran
meskipun distribusinya tidak bisa selalu merata. Penanganan lahan banjir dengan
perbaikan sistem drainase dan tutupan lahan yang dapat mengubah air limpasan
menjadi air yang dapat dimanfaatkan untuk pertanian.
Oleh : Maya Septavia Setyoningrum
NIM : 12/331698/PN/12783
Referensi :
Nurcholis, M dan Supangkat, G. 2011. Pengembangan Integrated
Farming System Untuk Pengendalian Alih
Fungsi Lahan Pertanian. Prosiding Seminar Nasional Budidaya Pertanian Urgensi dan Strategi. <http://repository.unib.ac.id>.
Diakes pada tanggal 16 September
2015 pukul 22.30
Nama : Muhammad Abeng (14/368968/PN/13878)
BalasHapus1. Timelines : tulisan tersebut bersifat baru dikarenakan berasal dari sumber yang masih hangat, yaitu mengenai sistem pertanian terpadu dengan teknologi yang terus berkembang.
2. Proximity : secara fisik petani terbantu dengan adanya pupuk dari ternak kemudian pupuk tersebut digunakan untuk tanaman yang dapat menekan biaya atau pengeluaran input. secara non fisik atau emosi dapat membantu petani agar lebih memilik kepercayaan dan pola pikir maju dan terbuka bahwa mereka dapat maju.
3. importance : tulias tersebut memilik informasi yang dibutuhkan petani yaitu sistem pertanian terpadu yang memanfaatkan sumber energi, penggunaan teknologi ramah lingkungan yang dapat menguntungkan petani dan pengembangan lahan marjinal untuk petani.
4. policy : tuliasn tersebut selaras dengan yang dibutuhkan petani itu dengan sistem pertanian terpadu dapat meminimalkan input, sehingga sesuai dengan yang diharapkan atau kepentingan petani karena tidak perlu biaya lebih.
5. Prominance : -
6. Consequence : akibat dari Sistem pertanian terpadu pada kawasan konservasi untuk pengendalian alih fungsi lahan pertanian dapat menguntungkan petani karena biaya atau pengeluaran input dapat diminimalkan sehingga keuntungan yang diperoleh petani lebih besar dan yang berdampak pada kehidupan petani yang lebih baik.
7. Conflict : -
8. Development : pengembangan dari teknologi dan pemanfaatan sumber energi dapat digunakan sebagai cara untuk konservasi untuk pengendalian alih fungsi lahan pertanian.
9. Disaster and Crime : adanya kekeringan dan banjir.
10. Weather : -
11. Sport : -
12. Human Interest :-